Pengadilan Agama (PA) Manokwari Kelas I A telah menerima 309 perkara, baik gugatan maupun permohonan, sejak Januari hingga 6 November 2025.

Ketua PA Manokwari Kelas I A Samsudin Djaki, di Manokwari, Senin, mengatakan dari total perkara tersebut masih didominasi perkara gugatan cerai yang diajukan oleh pihak istri.

“Jumlah perkara yang kita tangani masih fluktuatif, tapi kalau dilihat dari 2023 hingga 2025, jumlah perkara tahun ini sedikit menurun. Biasanya di kisaran 400-500 perkara per tahun, dan sampai awal November ini baru 309 perkara,” katanya.

Ia mengatakan, dari total perkara yang ditangani PA Manokwari terdapat 146 perkara cerai gugat, 42 perkara cerai talak, dan dua perkara harta bersama.

Selain perkara gugatan, PA Manokwari juga menerima sejumlah permohonan, diantaranya 81 permohonan pengesahan nikah atau isbat nikah, satu permohonan pengesahan anak, 28 permohonan perwalian, dan empat permohonan pengangkatan anak.

“Masih didominasi cerai gugat yang diajukan oleh istri dengan berbagai latar belakang permasalahan rumah tangga,” ujar Djaki.

Menurut Djaki, dari total perkara cerai gugat tersebut sebagian besar telah diselesaikan dan hanya menyisakan 15 perkara yang masih dalam tahap pemeriksaan. Rata-rata PA Manokwari menyelesaikan perkara dalam waktu tiga bulan.

Ia menjelaskan, wilayah kerja PA Manokwari mencakup enam kabupaten, dan perkara cerai gugat terbanyak berasal dari Kabupaten Manokwari, khususnya dari kawasan transmigrasi SP.

Sedangkan sebagian besar perkara permohonan berada di Kabupaten Teluk Bintuni, dari 81 permohonan pengesahan nikah, 70 permohonan dari Teluk Bintuni. Begitu juga untuk permohonan pengangkatan anak.

Apalagi PA Manokwari tahun ini melaksanakan dua kegiatan di Teluk Bintuni, yaitu sidang keliling dan sidang terpadu yang bersamaan dengan KUA dan Disdukcapil Bintuni.

Hasil dari sidang terpadu, PA mengeluarkan penetapan perkara, Disdukcapil mengeluarkan akta, KAU mengeluarkan buku nikah.

“Fenomena pernikahan siri masih banyak terjadi di Teluk Bintuni karena kondisi wilayah yang luas, juga adanya budaya pengangkatan anak di daerah itu,” ujarnya.

Ia menyebutkan, lonjakan perkara pada tahun-tahun sebelumnya biasanya terjadi karena adanya kegiatan sidang terpadu dan sidang keliling lebih banyak dibanding tahun ini.

“Tahun ini kegiatan sidang terpadu dan keliling tidak terlalu banyak, sehingga jumlah perkara juga menurun,” ujar Djaki.

Pewarta: Ali Nur Ichsan

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Tengah 2025