Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Manokwari memperketat pengawasan terhadap peredaran obat bahan alam (OBA) di Provinsi Papua Barat setelah menemukan lebih dari 131 ribu produk ilegal dan berbahaya sepanjang 2024.
Kepala BPOM Manokwari Agustince Werimon di Manokwari, Selasa, mengatakan, temuan itu merupakan hasil intensifikasi pengawasan terhadap 1.280 sarana distribusi OBA.
"Masih beredar di Manokwari, Manokwari Selatan, dan Fakfak dengan nilai ekonomi lebih dari Rp1,7 miliar," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa temuan terbanyak berasal dari depot jamu yang masih menjadi jalur utama distribusi obat bahan alam, padahal produk tersebut kerap dikonsumsi masyarakat tanpa mengetahui kandungannya.
Bahan kimia obat pada dasarnya digunakan dalam pengobatan modern, namun disalahgunakan dengan mencampurkan ke dalam ramuan jamu atau obat tradisional yang kemudian dijual kepada masyarakat di Papua Barat.
“Hal ini berbahaya karena bisa menimbulkan efek samping serius, merugikan konsumen, bahkan mengancam nyawa,” tegasnya.
Dia menyebut sejumlah produk bermasalah yang beredar di Manokwari, Manokwari Selatan, dan Fakfak antara lain minyak lawing, madu lanang, madu kuat, cancer fit, hajar jahanam, tawon liar, wantong pegal linu, montalin, dan GS jamu gemuk.
Data laboratorium BPOM Manokwari mencatat sebanyak 105 sampel yang dilakukan pengujian pada periode Januari-Desember 2024, sedangkan Januari-Juli 2025 terdapat 48 sampel yang masuk dalam pengujian.
"Data ini menunjukkan konsistensi upaya BPOM memastikan keamanan produk yang beredar di masyarakat," ucap Agustince.
Untuk menekan peredaran produk ilegal dan berbahaya, BPOM Manokwari menggelar bimbingan teknis terkait tanggung jawab pelaku usaha dalam menjamin mutu maupun keamanan obat bahan alam, sekaligus memahami peran BPOM dalam pengawasan.
Kolaborasi dengan pelaku usaha dan pemangku kepentingan diharapkan dapat memperkuat kepercayaan masyarakat di wilayah Papua Barat terhadap produk obat bahan alam yang benar-benar aman, berkhasiat, dan bermutu.
"Produk harus aman, bermutu, dan memiliki izin edar agar masyarakat terlindungi. BPOM hadir sebagai mitra, pendamping, sekaligus pengawas,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya dalam waktu dekat akan berkoordinasi dengan Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan guna menerbitkan surat edaran sebagai acuan dalam memaksimalkan upaya pengendalian peredaran obat antibiotik.
Editor : Evarianus Supar
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Tengah 2025