Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) beserta peraturan pelaksanaan turunannya mengamanatkan peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah, mendukung sektor-sektor prioritas yang akan dilaksanakan oleh daerah, dan meningkatkan sinergi kebijakan fiskal serta harmonisasi belanja pusat dan daerah.

Sejalan dengan pokok arah kebijakan fiskal dan dalam rangka menghadapi tantangan strategis nasional, maka kebijakan TKD diarahkan untuk menguatkan sinergi kebijakan fiskal guna mencapai tujuan pembangunan nasional yang lebih luas, seperti pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, seperti infrastruktur, sumber daya manusia, dan pariwisata.

Berdasarkan data realisasi penyaluran TKD per 30 September 2025, secara keseluruhan realisasi TKD di regional ini mencapai Rp11,19 triliun dari total pagu alokasi sebesar Rp18,55 triliun, atau setara dengan tingkat penyerapan konsolidasi 60,3%. Dana Alokasi Umum (DAU) menunjukkan kinerja penyerapan tertinggi sebesar 76,2%, yang secara signifikan menopang angka realisasi regional. Sebaliknya, dana yang berorientasi pada proyek pembangunan fisik, yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik, mencatatkan kinerja terendah secara kritis dengan realisasi hanya 24,8%. Kinerja rendah juga terlihat pada Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang realisasinya baru mencapai 42,5%.

DAU menunjukkan kinerja penyerapan terbaik di antara semua jenis TKD di regional Papua Barat, dengan rata-rata realisasi mencapai 76,2%. Kinerja ini tidak hanya tinggi tetapi juga sangat konsisten di seluruh 15 Pemda, dengan tingkat penyerapan bervariasi dalam rentang yang relatif sempit, antara 61,5% (Provinsi Papua Barat) hingga 80,7% (Kabupaten Kaimana).

Berbeda dengan DAU, Dana Bagi Hasil (DBH) menunjukkan kinerja yang lebih moderat dengan realisasi regional sebesar 50,5%. Terdapat variasi yang cukup signifikan antar Pemda, mulai dari yang berkinerja relatif baik seperti Kabupaten Fakfak (69,8%) dan Kabupaten Raja Ampat (62,6%), hingga yang berada di bawah rata-rata seperti Kabupaten Manokwari Selatan (42,4%) dan Kabupaten Pegunungan Arfak (42,7%).

DAK Fisik merupakan jenis TKD dengan kinerja terparah di regional Papua Barat, dengan tingkat realisasi gabungan yang sangat rendah yang hanya 24,8%. Angka ini mencerminkan adanya masalah sistemik dalam pelaksanaan dana infrastruktur ini. Rendahnya kinerja ini merupakan akibat langsung dari mekanisme penyaluran DAK Fisik yang sangat kompleks, bertahap, dan sarat dengan persyaratan administratif yang berat, atau dapat disebut sebagai mekanisme "hambatan tinggi" (high friction).

Berbanding terbalik dengan DAK Fisik, DAK Non-Fisik menunjukkan kinerja yang jauh lebih baik dengan realisasi regional mencapai 64,5%. Kinerja yang solid ini terlihat di hampir semua Pemda, menunjukkan bahwa mekanisme yang mendasarinya lebih sesuai dengan kapasitas administratif yang ada di regional Papua Barat.

Dana Otonomi Khusus (Otsus) menunjukkan tingkat realisasi yang rendah, yaitu 42,5% secara regional. Namun, detail yang paling signifikan dari data ini bukanlah angka rata-ratanya, melainkan pola distribusinya. Sejumlah besar pemda, termasuk Provinsi Papua Barat, Kabupaten Manokwari, Fakfak, Teluk Bintuni, dan hampir semua Pemda di Provinsi Papua Barat Daya, mencatatkan realisasi tepat pada angka 30%. Di sisi lain, beberapa Pemda seperti Kabupaten Pegunungan Arfak dan Manokwari Selatan berhasil mencapai realisasi 75%.

Dalam rangka strategi percepatan penyaluran TKD di regional Papua Barat, Pemerintah Daerah perlu mengambil langkah-langkah strategis guna mengatasi hambatan-hambatan internal, misalnya dengan membentuk tim atau unit kerja khusus yang bertanggung jawab secara terpusat untuk mengelola siklus hidup proyek-proyek yang didanai DAK Fisik dan Otsus, mulai dari sinkronisasi perencanaan, pengawalan pengadaan, monitoring pelaksanaan, hingga konsolidasi pelaporan.

Selain itu, Pemerintah Daerah juga dapat menerapkan strategi "Procurement-First", yakni perlunya paradigma pengadaan yang proaktif dimana proses lelang untuk kegiatan DAK Fisik harus dimulai lebih awal, bahkan berdasarkan pagu indikatif, sehingga penandatanganan kontrak dapat dilakukan segera setelah tahun anggaran dimulai, untuk memastikan "Daftar Kontrak Kegiatan" siap sebelum tenggat waktu Tahap I.

Kementerian Keuangan baik di pusat (Ditjen Perimbangan Keuangan) maupun di daerah (Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan KPPN) berkomitmen untuk bersinergi dengan Pemerintah daerah dalam upaya mengatasi hambatan dan kendala dalam proses penyaluran dana TKD ini, sehingga dana tersebut dapat bermanfaat untuk pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di regional Papua Barat sesuai amanat dari UU HKPD dimaksud. (*)

Penulis merupakan Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II pada Kanwil Ditjen Perbendaharaan Papua Barat

Pewarta: Satriyo Budi Cahyono, PhD.

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Tengah 2025