Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Pertanahan (LHKP) Papua Barat Daya mengidentifikasi 110 bidang tanah milik masyarakat adat di Kabupaten Sorong yang hingga kini belum memiliki sertifikat resmi.

Kepala Dinas LHKP Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu di Aimas, Rabu, mengatakan bahwa banyak tanah yang ditempati masyarakat asli Papua, khususnya di wilayah Sorong, masih belum memiliki dasar hukum kepemilikan yang sah.

Menurut dia, pemerintah daerah menilai penting untuk melakukan penataan kembali agar masyarakat memperoleh kepastian hak atas tanah sehingga tidak berpotensi menimbulkan persoalan pertanahan jika tidak segera ditata ulang.

“Banyak tanah masyarakat adat yang belum bersertifikat. Kita perlu menata ulang pertanahan ini supaya masyarakat di Papua Barat Daya, terutama di Kota Sorong dan Kabupaten Sorong, dipastikan memiliki sertifikat tanah secara sah,” ungkapnya.

Dari proses identifikasi dan inventarisasi yang telah dilakukan, ditemukan kurang lebih 110 bidang tanah yang membutuhkan perhatian dan harus segera diproses untuk mendapatkan sertifikat.

Julian mencontohkan salah satu kasus yang tengah menjadi perhatian, yaitu lahan pondok pesantren di Kabupaten Sorong seluas 20 hektare, di mana sekitar 6 hektare di antaranya telah ditempati oleh masyarakat adat setempat.

"Situasi ini membutuhkan penanganan hati-hati agar tidak menimbulkan konflik di kemudian hari," katanya.

Berkaitan dengan itu, Dinas LHKP Papua Barat Daya melaksanakan rapat koordinasi penetapan redistribusi tanah objek reforma agraria lintas daerah kabupaten kota yang berlangsung di Aimas, Kabupaten Sorong, Rabu.

Selain itu, terkait penyelesaian persoalan tanah, Julian meminta dukungan bupati dan wali kota yang telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Masyarakat Hukum Adat.

Menurutnya, perda tersebut tidak boleh hanya menjadi simbol, tetapi harus benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat adat.

“Jangan sampai kita bangga punya perda itu, tapi implementasinya tidak berjalan. Banyak masyarakat adat tidak percaya karena mereka belum merasakan dampaknya,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa keberadaan perda tersebut dapat menjadi dasar dalam penyusunan peta adat, yang nantinya akan disinkronkan dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).

"Dengan demikian, pemerintah kabupaten maupun kota diharapkan mampu mengakomodasi kepentingan dan perlindungan terhadap hak masyarakat adat," harapnya.

Pewarta: Yuvensius Lasa Banafanu

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Tengah 2025