Majelis Rakyat Papua Barat mengingatkan agar pemerintah daerah di provinsi setempat memprioritaskan penyelesaian batas wilayah adat sebelum pemekaran daerah otonom baru (DOB) direalisasikan.
Ketua Kelompok Kerja Adat MRPB Musa Mandacan di Manokwari, Senin, mengatakan penetapan batas wilayah adat pascapemekaran yang belum tuntas berpotensi menimbulkan konflik sosial.
"Batas wilayah adat itu sangat penting sebelum pemerintah menetapkan batas wilayah administrasi," kata Musa.
Menurut dia pemerintah daerah sudah semestinya melibatkan sejumlah pemangku kepentingan seperti MRPB, DPRP, DPRK, dan lembaga adat saat proses penetapan batas wilayah adat tersebut.
Hasil penetapan batas wilayah adat kemudian dicantumkan dalam peraturan daerah (perda) sebagai landasan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan sekaligus mencegah permasalahan.
"Sekarang ini ada beberapa daerah di Papua Barat yang mau dimekarkan, seperti DOB Kota Manokwari dan DOB Kabupaten Manokwari Barat," ujarnya.
Selain batas wilayah adat, Musa juga menyarankan agar pemerintah daerah menggunakan nama distrik atau kecamatan sesuai dengan kultur sosial masyarakat dan kearifan lokal Papua Barat.
Penggunaan nama dimaksud merupakan salah satu upaya pemerintah daerah dalam melestarikan identitas asli Papua Barat, sehingga mudah tidak tergerus oleh perkembangan zaman.
"Saya setuju dengan sikap Pemerintah Kabupaten Manokwari yang mau ubah nama distrik. Pakai nama-nama kearifan lokal saja," ucap Musa.
Dia berharap Presiden Prabowo Subianto mencabut moratorium pemekaran kabupaten/kota, sehingga usulan pembentukan DOB dari Papua Barat terealisasi sesuai ekspektasi masyarakat.
Ada sejumlah manfaat pemekaran wilayah, antara lain mengurangi rentang kendali pelayanan pemerintah, mempercepat pemerataan pembangunan, dan optimalisasi pengelolaan potensi daerah.
"Kita ketahui bersama, jarak antara satu kabupaten dengan kabupaten yang lain di Papua Barat ini sangat jauh. Tidak semua bisa pakai jalur darat," ujarnya.
Editor : Evarianus Supar
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Tengah 2025