Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan mengatakan pengembalian temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengelolaan APBD provinsi tahun 2024 mencapai 86,6 persen dari Rp33,619 miliar.
Pengembalian terdiri atas penyetoran uang ke kas negara sebanyak Rp20,980 miliar dan aset senilai Rp8,138 miliar melalui penandatangan surat keterangan tanggung jawab mutlak (SKTJM).
"Batas waktu pengembalian 60 hari (24 Juli-24 September 2025). Masih ada sisa temuan kurang lebih Rp4,5 miliar yang belum dikembalikan," kata dia.
Dia menyebut pemerintah provinsi melalui Majelis Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TPTGR) akan menggelar persidangan bagi OPD yang belum menindaklanjuti temuan BPK.
Sidang TPTGR bertujuan memberikan ruang kepada OPD menyampaikan klarifikasi, pertanggungjawaban, sekaligus menyelesaikan kewajiban untuk mengembalikan sisa temuan BPK.
"Kalau proses TPTGR juga tidak bisa kembalikan, ya APIP (aparat pengawas internal pemerintah) serahkan ke APH (aparat penegak hukum)," ujarnya.
Menurut dia, mekanisme pengembalian kerugian keuangan negara sesuai ketentuan merupakan wujud komitmen pemerintah daerah dalam mendukung penegakan hukum yang berkeadilan.
Temuan BPK tersebut menjadi faktor penyebab Pemerintah Provinsi Papua Barat memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) selama dua tahun berturut-turut, yaitu 2023 dan 2024.
"OPD harus patuh dan wajib kembalikan temuan BPK, baik dalam bentuk uang negara maupun aset negara," ujarnya.
Inspektur Papua Barat Erwin Saragih menjelaskan, pihak yang sudah menandatangani SKTJM diberikan durasi waktu selama sepuluh hari guna merealisasikan pengembalian temuan kelebihan aset Rp8,138 miliar.
APIP juga akan melayangkan surat pemanggilan kepada sejumlah OPD yang belum mengembalikan temuan BPK untuk mengikuti persidangan yang diselenggarakan Majelis TPTGR.
"Sidang TPTGR untuk sisa temuan Rp4,5 miliar rencana digelar awal atau akhir Oktober 2025," ucap Erwin.
Dia mengingatkan sejumlah pimpinan OPD di lingkup pemerintah provinsi setempat yang tidak menindaklanjuti temuan BPK sesuai batas waktu, berpotensi dilanjutkan pada persidangan kode etik ASN.
Proses kode etik bagi ASN diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 dengan tiga kategori sanksi, yaitu sanksi disiplin ringan, sanksi disiplin sedang, dan sanksi disiplin berat.
"Putusan sanksi disiplin berat itu contohnya, merekomendasikan kepada gubernur untuk membebastugaskan ASN tersebut dari jabatan," jelas Erwin.
Editor : Evarianus Supar
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Tengah 2025