Akademisi Universitas Papua (Unipa) Agus Irianto Sumule menyarankan Pemerintah Provinsi Papua Barat perlu menambah jumlah bidan di seluruh desa karena bidan memiliki peran sentral untuk menekan kasus gagal tumbuh anak (stunting).
 
"Kalau bidan tidak ada di kampung-kampung lalu mau turunkan stunting lewat mana? Bidan itu sentral dan ujung tombak," kata Agus saat ditemui ANTARA di Manokwari, Jumat.
 
Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Papua Barat meningkat dari 26,2 persen pada 2021 menjadi 30 persen.
 
Peningkatan stunting, kata Agus, disebabkan program intervensi yang dilaksanakan selama tahun 2022 berjalan kurang efektif.
 
Pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten perlu melakukan evaluasi program secara menyeluruh agar implementasi tahun 2023 sesuai dengan ekspektasi.
 
"Kita mengabaikan jumlah bidan di setiap desa dan pemerintah harus mencari tahu apa pemicu sehingga kasus stunting naik," jelas dia.
 
Ia menuturkan, apabila sumber daya bidan berkualitas masih minim maka pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi seperti Unipa untuk membuka jurusan bidan.
 
Sebab, bidan akan melakukan pemantauan langsung terhadap perkembangan asupan gizi ibu dan balita salam satu desa. 
 
"Kalau Poltekes di Sorong dan Manokwari ini masih kurang, tambah lagi," ucap dia.
 
Selain itu, menurut Agus, peningkatan kapasitas aparatur distrik atau kecamatan dan kampung menjadi hal yang sangat penting dalam penanggulangan masalah stunting yang terjadi selama ini.
 
Sebab, aparatur distrik dan kampung langsung bersentuhan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat terutama ibu dan balita dalam satu wilayah.
 
Pelibatan aparatur distrik dan kampung tentunya diimbangi sumber pembiayaan dari pemerintah kabupaten atau provinsi, sehingga program intervensi stunting lebih tepat sasaran.
 
"Mereka bisa jadi koordinator yang lebih kuat dan cari tahu apakah masalah sanitasi atau asupan gizi atau lainnya," terang dia.
 
Agus menjelaskan bahwa alokasi dana desa yang dikucurkan Pemerintah Pusat ke setiap kampung semestinya dapat dipergunakan untuk program pengentasan stunting.
 
Rata-rata setiap kampung di Kabupaten Manokwari menerima alokasi dana desa kurang lebih Rp1,2 miliar dengan estimasi per bulan Rp100 juta.
 
"Pemerintahan kampung juga punya tanggung jawab mendukung program stunting, kan ada dana desa. Ini yang saya bilang perlu penguatan aparatur distrik dan kampung," terang Agus.
 
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Papua Barat Philmona Maria Yarollo akan mengevaluasi strategi penangangan stunting setelah Kementerian Kesehatan merilis hasil SSGI 2022.
 
Peningkatan prevalensi balita stunting memerlukan sinergi lintas stakeholder yang berkaitan seperti BKKBN, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan lainnya.
 
Dari 13 kabupaten/kota di Papua Barat dan Papua Barat, prevalensi stunting tertinggi terjadi di Kabupaten Pegunungan Arfak 51,5 persen dan terendah Kabupaten Teluk Bintuni 22,8 persen.
 
Menurut dia penurunan stunting adalah program prioritas yang perlu dikawal secara bersama-sama supaya percepatan penurunan stunting sepanjang 2023 lebih tepat sasaran.

Pewarta: Fransiskus Salu Weking

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Tengah 2023