Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari, Papua Barat, mengungkapkan tingginya kasus malaria di wilayah tersebut disebabkan adanya stigma masyarakat yang menganggap malaria hanya penurunan daya tahan tubuh sehingga melemahkan upaya pencegahan.

"Masih sangat banyak yang menganggap malaria disebabkan karena daya tahan tubuh menurun, sehingga tidak diperlukan pencegahan. Padahal ini stigma yang salah," kata Kepala Seksi Pencegahan dan Pengandaian Penyakit Menular Dinkes Manokwari Rahimi Malik, di Manokwari, Sabtu.

Kabupaten Manokwari memiliki angka kasus malaria tertinggi di wilayah Papua Barat, di mana pada tahun 2022 terdapat 7.325 kasus lebih tinggi dibanding enam kabupaten lain yang berada di bawah 1.000 kasus pada tahun yang sama.

Berbeda dengan penanganan demam berdarah yang disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegepty yang berkembang biak di genangan air bersih, kata dia, nyamuk Malaria cenderung berada di genangan air yang bersentuhan langsung dengan tanah.

"Kalau menggunakan abate butuh berapa banyak untuk genangan air yang ada di sekitar kita, sehingga pemerintah menyarankan penggunaan kelambu untuk menekan angka Malaria," kata dia.

Selain itu penyebab lainnya, lanjut dia, yakni Manokwari merupakan daerah transit beberapa daerah sekitar, sehingga penanganan pasien Malaria lebih diarahkan ke daerah tersebut.

"Banyak kasus ditemui pasien dari kabupaten lain, namun mereka berobat di Kabupaten Manokwari, sehingga datanya tercatat di daerah kami," lanjut dia.

Meski begitu dengan dukungan berbagai pihak, Dinkes Kabupaten Manokwari terus memberikan sosialisasi hingga di tingkat posyandu untuk menyukseskan program pemerintah eliminasi Malaria di tahun 2027.

"Selain sosialisasi melalui puskesmas yang ada, juga ada pembagian kelambu. Kami berharap program ini sukses dilaksanakan," ujarnya.

Pewarta: Tri Adi Santoso

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Tengah 2023