Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan mengimbau seluruh masyarakat menjaga kondusivitas daerah, serta tidak mudah terprovokasi dengan isu yang berpotensi menimbulkan gangguan.

Stabilitas keamanan daerah merupakan tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat, terutama dalam menyikapi dinamika sosial politik yang terjadi di Sorong, Papua Barat Daya.

"Saya selaku gubernur dan Kepala Suku Besar Arfak, mengimbau semua elemen menjaga keamanan agar tetap kondusif," kata Dominggus saat ditemui awak media di Manokwari, Kamis.

Menurut dia, ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah tidak harus direspons dengan melakukan aksi anarkis, karena setiap aspirasi dapat disalurkan melalui mekanisme yang sah.

Pemerintah tidak membatasi hak masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, namun hal tersebut tentu harus sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Pemerintah tidak larang demo, tapi ada mekanismenya. Tidak boleh sampai buat tindakan anarkis," ujarnya.

Dominggus menyebut setiap agenda penyampaian pendapat di muka umum, terlebih dahulu diberitahukan kepada aparat kepolisian agar pelaksanaan kegiatan dimaksud mendapat pengawalan.

Koordinator aksi juga harus memberikan jaminan dan bertanggung jawab agar penyampaian aspirasi berjalan dengan tertib, aman, sekaligus tetap menghormati hak masyarakat lain.

"Silahkan demo, tapi harus mendapat izin dari kepolisian baru melakukan aksi," ucap Dominggus.

Ia mencontohkan peristiwa kerusuhan yang melanda sejumlah daerah di Tanah Papua pada 19 Agustus 2019, berawal dari penyampaian aspirasi masyarakat atas ucapan bernuansa rasisme.

Peristiwa tersebut dimanfaatkan oleh sejumlah kelompok yang selama ini berkeinginan menggiring situasi Papua secara keseluruhan menjadi ricuh, guna mencapai kepentingan terselubung.

"Ada pihak yang selama ini berkeinginan memecah belah persatuan, memanfaatkan kesempatan demo supaya anarkis," kata Dominggus.

Sebagai informasi, aksi protes berujung tindakan anarkis yang terjadi di Kota Sorong, Papua Barat Daya, dipicu oleh pemindahan empat tahanan politik (tapol) ke Makassar, Sulawesi Selatan.
 

Pewarta: Fransiskus Salu Weking

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Tengah 2025