Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan konsultasi publik kedua terhadap revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) periode 2025–2044.
Asisten II Bidang Administrasi Umum Setda Papua Barat Otto Parorongan di Manokwari, Kamis mengatakan, revisi RTRW merupakan respon terhadap dinamika pembangunan setelah adanya pemekaran.
"Pemerintah provinsi berkomitmen melakukan penataan ruang dan wilayah yang lebih baik pascapemekaran Papua Barat Daya," kata Otto.
Dia menyebut bahwa, pemerintah pusat merekomendasikan agar pemerintah provinsi melakukan peninjauan kembali terhadap Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2022 tentang RTRW 2022–2041.
Penyesuaian dokumen RTRW mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
"Pemerintah daerah wajib susun RTRW maupun RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) untuk mendukung investasi, dan mencegah tumpang tindih pemanfaatan ruang," ucap Otto.
Selain itu, kata dia, revisi dokumen RTRW harus disesuaikan dengan perubahan batas administratif pascapemekaran daerah otonom baru, sekaligus memperhatikan empat aspek utama pembangunan.
Aspek pertama yaitu, pemerataan pengembangan wilayah. Kedua, peningkatan konektivitas infrastruktur. Ketiga, keseimbangan ekologis. Keempat, pemberdayaan masyarakat adat dalam pengelolaan ruang.
"Revisi RTRW juga mengacu pada visi pembangunan 2025–2029, yakni Papua Barat Aman, Sejahtera, Bermartabat, dan Mandiri," ujarnya.
Menurut dia, ,pemekaran wilayah menjadi peluang sekaligus tantangan untuk pemerintah daerah menata ulang zonasi serta memastikan arah pembangunan berjalan sesuai prinsip keberlanjutan dan kesetaraan.
Fokus utama revisi RTRW antara lain mewujudkan tatanan ruang yang mendukung Papua Barat sebagai pusat kegiatan nasional, memperkuat konektivitas antarwilayah termasuk dengan Papua Barat Daya dan Papua Tengah.
Kemudian, mengembangkan kawasan ekonomi strategis di sektor perikanan, industri lokal dan pariwisata berkelanjutan, serta melindungi kawasan hutan dan memperluas akses layanan publik hingga daerah terpencil.
“Semoga forum ini menghasilkan kesepakatan bersama tentang struktur dan pola ruang yang menjadi pedoman pembangunan berkeadilan di Papua Barat,” ucap Otto.
Plt Kepala Dinas PUPR Papua Barat Heribertus Heddy Wiryawan menjelaskan, konsultasi publik menghadirkan berbagai pemangku kepentingan mulai dari pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, hingga masyarakat.
Narasumber dalam kegiatan itu berasal dari sejumlah instansi teknis, termasuk Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta tim penyusun revisi RTRW Papua Barat.
“Kehadiran berbagai elemen mencerminkan komitmen bersama agar dokumen RTRW benar-benar relevan dan berpihak pada kepentingan masyarakat Papua Barat,” ujarnya.
Dia menyebut, RTRW menjadi dokumen penentu arah pembangunan tata ruang dan wilayah selama 20 tahun ke depan, sekaligus menjadi pedoman pembangunan sektoral tingkat provinsi maupun kabupaten.
Penyelenggaraan konsultasi publik kedua menandai masuknya tahapan revisi ke tahap substantif setelah proses konsultasi publik pertama yang difokuskan pada inventarisasi potensi dan masalah tata ruang.
"Membahas arah kebijakan, strategi, struktur dan pola. Supaya arah pembangunan ruang memperhatikan prinsip berkelanjutan, berkeadilan, dan berpihak pada masyarakat adat," katanya.
Editor : Evarianus Supar
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Tengah 2025