Manokwari (ANTARA) - Sebanyak 26 fasilitas kesehatan (faskes), baik milik pemerintah maupun swasta di Kabupaten Manokwari, Papua Barat, saat ini telah terintegrasi dalam sistem layanan pengobatan tuberkulosis (TBC).
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Manokwari Rahimi di Manokwari, Rabu, mengatakan integrasi tersebut bertujuan memperluas jangkauan layanan dan mencegah terjadinya putus pengobatan pada pasien TBC.
“Penanggulangan TBC tidak mungkin hanya ditangani oleh faskes milik pemerintah. Karena itu, kami juga menggandeng sejumlah klinik swasta agar pengobatan bisa lebih mudah dijangkau masyarakat,” ujar Rahimi.
Ia mengatakan, Dari 26 faskes yang menangani TBC tersebut, sebanyak 17 faskes merupakan milik pemerintah, terdiri atas 15 puskesmas dan dua rumah sakit.
Sementara sisanya, atau sembilan faskes merupakan klinik swasta yang telah bergabung dalam sistem pengobatan terpadu.
Ia menjelaskan, sistem layanan TBC berbeda dengan penyakit lain karena pasien tidak harus berobat di satu tempat yang sama hingga sembuh.
“Pasien bisa melanjutkan pengobatan di faskes lain, bahkan di luar Manokwari. Yang penting adalah kontinuitas pengobatan agar tidak terjadi TBC resisten obat atau TB-RO,” katanya.
Seluruh proses pengobatan TBC, lanjut dia, dilakukan secara gratis, termasuk bagi pasien dari daerah lain yang datang berobat ke Manokwari.
“Ada juga pasien dari Biak, Provinsi Papua, yang berobat di Manokwari. Semua pasien wajib kami layani tanpa memandang asal daerahnya,” ucap Rahimi.
Ia menambahkan, seluruh kegiatan pendataan dan pengobatan TBC di Manokwari kini dikontrol melalui Aplikasi SMILE (Sistem Monitoring Logistik Elektronik) yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan.
Melalui aplikasi itu, ketersediaan obat dan logistik bisa dipantau secara realtime dari puskesmas sampai Dinas Kesehatan, sehingga tidak terjadi kekosongan atau kelebihan stok.
Sistem terintegrasi itu memungkinkan pasien TBC di seluruh Indonesia tercatat dan terpantau secara nasional, sehingga pengendalian penyakit menular dapat berjalan lebih efektif.
Ia menambahkan, pihaknya telah menemukan sebanyak 824 kasus tuberkulosis (TBC) pada periode Januari hingga September 2025 sebagai hasil dari kegiatan pemeriksaan dan pelacakan aktif di seluruh wilayah kerja puskesmas.
Penemuan kasus TBC tersebut merupakan hasil pemeriksaan dari 2.121 orang terduga TBC yang telah diperiksa.
Dari 824 kasus yang ditemukan, sebanyak 685 pasien sudah memulai pengobatan sesuai standar nasional pengendalian TBC, sedangkan sisanya masih dalam proses tindak lanjut dan pendampingan oleh petugas kesehatan.