Langit Teluk Wondama, Papua Barat, pagi itu berwarna biru pucat. Angin laut bercampur semilir dari pegunungan membawa aroma tanah basah sisa hujan semalam.
Di halaman kantor bupati, ratusan orang menunggu dalam hening. Mereka menanti momen paling sakral pada peringatan HUT Ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu upacara pengibaran bendera.
Dari barisan Paskibraka, langkah seorang siswi tampak paling mencuri perhatian. Dialah Golda Sarafina Sancia Torey, siswi SMAN 01 Wondama yang mendapat tugas mulia sebagai pembawa baki.
Tatapannya lurus ke depan, dengan senyum tipis yang nyaris menutupi rasa gugupnya. Golda menapaki tangga berkarpet merah satu per satu menuju mimbar utama. Suasana hening seketika.
Di hadapan Golda, berdiri tegap Bupati Elysa Auri selaku inspektur upacara. Bupati kemudian meletakan Sang Merah Putih ke atas baki yang dipegang Golda.
Semua pasang mata seolah menahan napas, menyaksikan prosesi penuh khidmat itu. Setelah menerima bendera, Golda menuruni tangga dengan langkah mundur, tanpa menoleh sedikitpun.
Gerakannya pelan, tapi penuh keyakinan. Setelah tiba di penghujung tangga paling bawah, ia berbalik dan melanjutkan langkah bersama anggota Paskibraka lainnya menuju tiang bendera.
Gola kemudian menyerahkan Sang Merah Putih kepada Yance Karubuy, Fian Rivaldo Kobosibaba, dan Jens Luther Akwan, yang bertugas sebagai pengibar bendera.
Tak lama berselang, bendera Merah Putih perlahan naik, lalu berkibar gagah di puncak tiang. Gemuruh tepuk tangan dan pekikan “Merdeka!” membahana dari seluruh peserta upacara.
Gugup yang luruh oleh pesan ibu
Usai upacara, Golda mengaku masih sulit percaya bahwa dirinya berhasil menunaikan tugas dengan sempurna. “Awalnya ada nervous, gugup sekali,” tuturnya sambil tersenyum malu.
Ia mampu mengalahkan kegugupan karena pesan sederhana dari ibunda Suryani Lisa Manaruri yang selalu terngiang di telinga Golda. Kekuatan pesan itu sungguh luar biasa. Golda tampil penuh percaya diri.
Bagi Golda, kata-kata ibunya bukan sekadar nasihat, melainkan pegangan yang membuat langkahnya teguh di hadapan ratusan pasang mata saat upacara pengibaran bendera.
“Mama selalu bilang, jangan gugup. Jalan saja dengan tenang, yakin sama diri sendiri. Saya ingat kata-kata itu, dan rasa takut langsung hilang,” ungkap bungsu dari lima bersaudara itu.
Golda bukan hanya seorang anggota Paskibraka. Ia juga menyimpan cita-cita besar, ingin menjadi seorang guru. Profesi itu bukan sekadar pekerjaan, melainkan jalan untuk berbagi ilmu dan membangun generasi di Bumi Teluk Wondama.
Ia lalu menitipkan pesan kepada generasi muda Teluk Wondama dan Papua Barat secara keseluruhan agar tidak menyia-nyiakan kesempatan sekecil apapun.
Generasi muda harus berani tampil, berpartisipasi dengan berbagai kegiatan positif yang bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat setempat.
“Isi hidup ini dengan hal-hal yang bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat,” ucap Golda.
Cita-cita mulia
Di balik balutan seragam putih, tersimpan cita-cita besar. Golda berkeinginan menjadi guru. Profesi itu ia pandang sebagai panggilan untuk berbagi ilmu, membentuk karakter, dan melahirkan generasi baru di Teluk Wondama.
“Guru itu pahlawan. Saya ingin ikut membantu membangun generasi di Wondama,” katanya mantap.
Ia lalu menitipkan pesan untuk generasi muda Wondama agar tidak menyia-nyiakan kesempatan sekecil apapun. Anak muda harus berani tampil, berpartisipasi, dan mengisi hidup dengan kegiatan bermanfaat.
“Hidup ini harus diisi dengan hal-hal yang berguna untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat,” pesan Golda.
Bangga di mata pemimpin daerah
Bupati Teluk Wondama Elysa Auri, tak bisa menyembunyikan rasa bangga terhadap penampilan Paskibraka 2025. Kekompakan dan kesungguhan mereka merupakan simbol semangat generasi muda Wondama.
“Mereka tampil bagus sekali, kompak dari awal sampai akhir. Saya bangga melihat anak-anak ini,” ujarnya.
Apresiasi itu bukan hanya ditujukan kepada Golda, melainkan seluruh tim Paskibraka karena selama satu bulan menjalani latihan di bawah terik matahari dan hujan, demi tugas yang mulia.
Bagi sebagian orang, upacara 17 Agustus hanyalah rutinitas tahunan. Namun bagi Golda, momen ini adalah panggung kehormatan yang akan ia kenang sepanjang hidup.
Di balik senyum manisnya, tersimpan rasa syukur mendalam. Ia telah mengibarkan bendera Merah Putih di tengah semangat peringatan 80 tahun Indonesia merdeka.
Dan di balik bendera itu, ada kisah melawan rasa gugup hanya berpegang pada pesan dari ibu. Golda membuktikan bahwa cinta tanah air bisa hadir dalam langkah kecil yang penuh keyakinan.
Editor : Evarianus Supar
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Tengah 2025