Perayaan 100 tahun situs Aitumeri atau 1 abad sejarah peradaban orang asli Papua mengenal pendidikan formal melalui Nubuatan Dominee Izaak Samuel Kijne di Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat, menjadi kompas moral menuntun arah pembangunan masa depan.
Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan di Wasior, Sabtu, mengatakan nilai-nilai luhur warisan Dominee Izaak Samuel Kijne sejak mendirikan sekolah formal pertama pada 25 Oktober 1925 membentuk karakter orang Papua yang beriman, berilmu, dan berdaya saing.
"100 tahun Aitumeri bukan sekadar mengenang sejarah, tapi momen meneguhkan arah pembangunan Papua berdasarkan nilai iman, ilmu, dan kasih yang ditanamkan Kijne,” ujar Mandacan.
Menurut dia, sekolah formal yang diperkenalkan zendeling asal Belanda di Bukit Aitumeri telah membuka cakrawala orang Papua untuk mengenal dunia pengetahuan, belajar membaca dan menulis, memahami makna kemajuan serta peradaban modern.
Cahaya pendidikan terus menyala dari bilik-bilik sekolah sederhana kemudian terus berkembang dan melahirkan sumber daya manusia (SDM) Papua yang berani bermimpi, sekaligus menatap masa depan dengan percaya diri.
“Dari sinilah cahaya pendidikan menyala. Setelah 100 tahun, kita semua kembali memastikan api itu tidak padam dan terus menerangi seluruh Tanah Papua,” katanya.
Mandacan menilai, peringatan 100 tahun Aitumeri juga menjadi momentum refleksi bagi seluruh pemerintah daerah dan pemangku kepentingan di Tanah Papua untuk memperkuat komitmen terhadap pemerataan dan kualitas pendidikan.
Pemerintah Provinsi Papua Barat saat ini telah meluncurkan program strategis seperti Papua Cerdas, beasiswa afirmasi bagi mahasiswa asli Papua, serta peningkatan kualitas guru dan infrastruktur sekolah di daerah terpencil.
“Pendidikan adalah fondasi utama pembangunan. Tanpa pendidikan, kita kehilangan arah,” ujar Mandacan.
Dalam kesempatan itu, Dominggus juga mengajak gereja, lembaga pendidikan, dan seluruh masyarakat agar tetap melestarikan warisan nilai iman maupun ilmu yang menjadi dasar sejarah peradaban pendidikan di Tanah Papua.
Hal itu sesuai pesan Dominee Izaak Samuel Kijne saat mendirikan sekolah formal 100 tahun silam yaitu, ‘di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua’ yang menjadi semangat kebangkitan dari masa ke masa.
"Pesan Kijne harus terus kita hidupkan, bukan hanya sebagai kata-kata sejarah, tetapi arah perjuangan membangun manusia Papua berkarakter,” tegasnya.
Bupati Teluk Wondama Elyza Auri menyebut, pelestarian dan pengembangan situs Aitumeri bukan hanya menjadi tanggung jawab moril Kabupaten Wondama, melainkan seluruh pemerintah daerah dan masyarakat di Tanah Papua.
"Semua orang Papua punya tanggung jawab moril yang sama, karena dari bukit Aitumeri ini orang Papua mulai mengenal pendidikan," ujarnya.
Salah satu peserta dari Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Nixon Rumaseb berharap perayaan bersejarah tidak berhenti sebagai kegiatan seremonial, melainkan menjadi titik awal pembaharuan dan transformasi kehidupan orang Papua, terutama di bidang pengembangan sumber daya manusia.
"Harapan kami, semangat perubahan itu terus tumbuh dan berkembang sebagai buah dari pemberitaan Injil di Tanah Papua,” ucapnya.
Perayaan 100 tahun Aitumeri dihadiri Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu, Gubernur Papua Tengah Meki Frits Nawipa, Wakil Gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani, Kapolda Papua Barat, Pangdam XVIII/Kasuari, dan perwakilan dari pemerintah daerah se-Tanah Papua.
Editor : Evarianus Supar
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Tengah 2025