Inspektur Provinsi Papua Barat Erwin Priyadi Hamonangan Saragih mengatakan tindakan pemalsuan dokumen pada proses pengangkatan 1.002 honorer menjadi calon aparatur sipil negara (ASN) berpotensi diproses secara pidana.

Inspektorat telah mengumpulkan sejumlah pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) agar menyampaikan ke masing-masing honorer dimaksud untuk tidak melanjutkan pemberkasan karena menghambat honorer lainnya.

"Ada 60 honorer siluman yang terus coba paksa masuk. Kemarin saya sudah minta agar mereka mundur dengan kesadaran sendiri, tapi tetap ngotot," kata Erwin saat ditemui awak media di Manokwari, Senin.

Ia menyatakan pemalsuan dokumen tidak hanya melanggar disiplin kepegawaian sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021, tetapi dapat dikategorikan tindak pidana berdasarkan Pasal 263 KUHP.

Praktik pemalsuan dokumen, seperti ijazah, surat keterangan pengalaman kerja atau data identitas diri, merugikan sistem seleksi yang semestinya menjunjung asas kompetensi, integritas, dan kejujuran.

"Minggu ini pemeriksaan rampung langsung diserahkan ke gubernur, disertai rekomendasi kasusnya diserahkan ke APH (aparat penegak hukum)," ujarnya.

Ia mengatakan bahwa penerimaan calon ASN dengan kuota 1.002 orang semestinya tidak mengalami kendala apabila seluruh data yang dikumpulkan sesuai ketentuan dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Papua Barat.

Tim Inspektorat mengindentifikasi sebanyak 90 honorer yang terlibat dalam praktik pemalsuan dokumen, namun perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan administratif secara akurat.

"Kasusnya sama seperti tahun 2019, ada sembilan orang yang saat ini masih bersidang di pengadilan. Kami percepat proses pemeriksaan, lalu limpahkan ke Polda Papua Barat," ujarnya.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Papua Barat Herman Sayori menjelaskan dokumen yang diterima melebihi kuota calon ASN sebanyak 1.002 orang sehingga perlu pencermatan masa kerja honorer.

BKD mendukung penuh langkah Inspektorat Papua Barat dalam menyikapi dinamika permasalahan yang timbul pada proses penerimaan calon ASN dengan kuota 1.002 orang honorer.

"Berkas yang masuk kurang lebih 1.300-an, artinya ada kelebihan dari kuota," ujarnya.

Herman menjelaskan ada dua kategori pengangkatan tenaga honorer, yaitu honorer yang berusia kurang dari 35 tahun akan diangkat dalam formasi calon pegawai negeri sipil (PNS).

Kemudian, honorer yang sudah berusia lebih dari 35 tahun diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di lingkup Pemerintah Provinsi Papua Barat.

"Penetapan calon PNS maupun PPPK merupakan kewenangan BKN Pusat dan Kementerian PANRB," ucap Herman.
 

Pewarta: Fransiskus Salu Weking

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Tengah 2025