Sorong (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya (PBD) menggandeng Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk mengoptimalkan mutu dan daya saing produk lokal melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Asisten I Bidang Ekonomi Pembangunan Sekretariat Daerah Papua Barat Daya Jhony Way menjelaskan penerapan standarisasi produk harus menjangkau hingga ke produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) setempat sehingga bisa bersaing dan dipercaya dalam proyek-proyek pemerintah.
“Kita harus memanfaatkan produk-produk dalam negeri, khususnya yang memang sudah tersedia dan diproduksi di Papua Barat Daya dan berstandar SNI," kata Jhony Way di Sorong, Kamis.
Ia mengingatkan setiap perencanaan kegiatan dan penyusunan anggaran (DPA) di perangkat daerah memperhatikan potensi lokal terlebih dahulu sebelum mendatangkan barang dari luar daerah.
“Kalau bisa produksi lokal dengan standar mutu yang sesuai, maka itu yang harus digunakan. Ini penting untuk melindungi konsumen dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,” ujarnya.
Berkaitan dengan itu, Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Papua Barat Daya melakukan kegiatan fasilitasi peningkatan penggunaan produk dalam negeri dengan menggandeng BSN dan pelaku usaha di Kota Sorong.
Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Papua Barat Daya Suardi, mengatakan bahwa pemerintah daerah sangat mendukung penerapan SNI pada seluruh produk dalam negeri khususnya produk lokal untuk keselamatan konsumen.
“Kalau produk yang kita butuhkan sudah tersedia di daerah dan sudah tersertifikasi SNI tidak perlu kita ambil dari luar. Ini bentuk keberpihakan terhadap UMKM lokal,” katanya.
Pemerintah daerah PBD juga telah menjalin kemitraan dengan BSN dalam memberikan pendampingan teknis bagi pelaku usaha yang ingin mendapatkan sertifikasi SNI.
“Kami menjembatani pelaku usaha ke BSN untuk pendampingan. Mulai dari pemahaman standar hingga proses sertifikasi produk,” ujarnya.
Meski demikian, Suardi mengakui bahwa pihaknya masih menghadapi kendala dalam pendataan potensi produk lokal. Sebagai provinsi yang baru berusia dua tahun, koordinasi antardaerah masih menjadi tantangan.
“Kami seringkali kesulitan mendapatkan data dari dinas-dinas kabupaten/kota, meskipun sudah bersurat resmi. Ini menjadi tantangan terbesar kami saat ini,” ujarnya.
Melalui kerja sama ini, kata dia, ekosistem produk lokal semakin diperkuat untuk mewujudkan kualitas produk dan berdaya saing, baik di pasar nasional maupun global.
Anggota BSN Andri Prihikmat mengatakan bahwa pihaknya tengah membuka peluang pembentukan kantor layanan BSN di Papua Barat Daya untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan pelaku usaha di wilayah timur Indonesia.
“Tadi sempat berdiskusi dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya mengenai kemungkinan membuka kantor layanan di Sorong. Ini sangat mungkin direalisasikan ke depan,” ujar Andri.
Saat ini, BSN telah memiliki tujuh kantor layanan di provinsi lain, yaitu di Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.
Menurut Andri, penerapan SNI telah memiliki payung hukum yang jelas, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian serta Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2018.
Dia mengakui bahwa selama ini masyarakat lebih mempertimbangkan harga dalam membeli produk, padahal mutu dan standar keamanan jauh lebih penting.
"Produk murah tapi tidak sesuai standar justru bisa membahayakan,” katanya.