Manokwari (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Manokwari mengungkapkan, warga di tiga distrik yaitu Distrik Warmare, Prafi, dan Aimasi saat ini membutuhkan pabrik mini pengolahan kelapa sawit atau pabrik sawit rakyat.
Anggota DPRK Manokwari Rony Inor Mansim di Manokwari, Kamis mengatakan, hal itu merupakan aspirasi dari para petani sawit yang diterimanya karena mereka masih terkendala memasarkan hasil panen sawit.
"Masyarakat sudah menyampaikan aspirasi ini. Mereka sangat berharap ada pabrik mini yang dibangun pemerintah agar hasil kebun mereka bisa diolah lebih cepat. Kalau pabrik berdiri, ekonomi bisa berputar lebih cepat," katanya.
Ia mengatakan, saat ini di Manokwari hanya ada satu pabrik sawit pengolahan besar milik perusahaan Medco.
Keberadaan satu pabrik sawit menjadi hambatan bagi para petani karena pihak pabrik mempunyai standar kualitas tinggi sehingga berdampak pada pembatasan pengiriman, dan petani harus menunggu antrean panjang dengan jarak tempuh yang jauh dari kebun.
Dengan kondisi tersebut Dinas Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan Manokwari didorong agar mampu mewujudkan pabrik sawit rakyat di wilayah tersebut.
Keberadaan pabrik sawit rakyat akan menjadi solusi strategis bagi peningkatan pendapatan petani karena akan mengurangi biaya logistik dan ketergantungan terhadap pabrik besar.
"Dulu saat PTP Nusantara II masih beroperasi, ekonomi masyarakat terpenuhi. Sekarang pabrik itu sudah tutup dan kondisi ekonomi di wilayah Warmare, Prafi, dan Aimasi menurun drastis," ujarnya.
Ia berharap, pemerintah daerah dapat segera menindaklanjuti aspirasi tersebut sebagai bagian dari kebijakan peningkatan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi masyarakat berbasis potensi lokal.
Plt Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Manokwari Serdion Rahawarin mengatakan, berdasarkan regulasi ketentuan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan RI, pabrik sawit rakyat minimal harus mampu mengolah 15 ton tandan buah segar (TBS) per jam.
“Hal itu berarti berarti kita di Kabupaten Manokwari harus memiliki sedikitnya 3.500 hektare lahan sawit produktif,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi Pemkab Manokwari agar dapat membuat pabrik kelapa sawit.
Selain menambah luasan kebun sawit, tantangan lainnya adalah status lahan yang belum seluruhnya memenuhi syarat legalitas, seperti izin penggunaan kawasan hutan dan sertifikat tanah.
Tantangan lainnya adalah dari sisi pendanaan, yaitu penyertaan modal dalam pembuatan perkebunan kelapa sawit.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, 30 persen modal untuk pendirian pabrik sawit harus dari pihak pengusung, atau petani sawit.
“Jika pembangunan pabrik sawit diperkirakan menelan biaya sekitar Rp200 miliar, maka dibutuhkan modal mandiri sebesar 30 persen, atau sekitar Rp60 miliar, dari pihak pengusung,” ujarnya.
Pemkab Manokwari saat ini sedang menjajaki kemungkinan kebijakan afirmatif dari pemerintah pusat untuk pendirian pabrik sawit, mengingat Papua merupakan daerah otonomi khusus (Otsus).
“Kami harap ada kebijakan khusus untuk meringankan syarat pendirian pabrik, agar petani kita tidak menunggu terlalu lama mendapatkan fasilitas pengolahan TBS yang memadai,” katanya.
Warga tiga distrik di Manokwari butuh pabrik sawit rakyat
Kamis, 7 Agustus 2025 19:03 WIB

Anggota DPRK Manokwari Rony Inor Mansim. ANTARA/Ali Nur Ichsan