Sorong (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya mulai menyusun strategi untuk menerapkan transisi energi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai bagian dari upaya mendukung kebijakan nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Kepala Biro Perekonomian Daerah Provinsi Papua Barat Daya Eksan Musa'ad, di Sorong, Kamis, menjelaskan transisi energi dari sumber fosil ke EBT merupakan salah satu resolusi penting demi mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dan menjawab tantangan perubahan iklim.
"Ini sesuai dengan arah kebijakan nasional yang tertuang dalam RPJMN, RPJPN, hingga Rencana Umum Energi Nasional (RUEN)," jelasnya.
Dia mengatakan, dalam rangka mendukung implementasi transisi energi EBT itu, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya sedang melakukan finalisasi Rencana Umum Energi Daerah (RUED) sebagai panduan implementasi kebijakan energi baru terbarukan.
Karena, kata dia, Papua Barat Daya memiliki potensi besar dalam sektor energi terbarukan, mulai dari tenaga surya, angin, air, hingga gelombang laut yang belum dimanfaatkan secara optimal.
"Potensi ini tersebar di berbagai wilayah dan bisa dimanfaatkan untuk menopang sektor ekonomi utama seperti pertanian dan perikanan," ujarnya.
Meski begitu, ia mengakui bahwa tantangan besar dalam pengembangan EBT adalah kebutuhan investasi yang tinggi. Untuk itu, pemerintah terus mendorong kolaborasi dengan investor melalui berbagai insentif serta memperkuat perencanaan dan pelaksanaan kebijakan di daerah.
"Investasi EBT akan membawa efek berganda bagi pertumbuhan ekonomi lokal, terutama dalam membuka lapangan kerja baru, mendukung elektrifikasi desa, serta meningkatkan produktivitas ekonomi masyarakat," bebernya.
Beberapa negara, menurutnya, sudah mulai memanfaatkan panel surya untuk mendukung pertanian dan kehidupan desa secara mandiri.
"Jika investasi EBT digerakkan, sektor-sektor lain akan ikut tumbuh. Lapangan kerja terbuka, desa-desa bisa terang, pertumbuhan ekonomi pun bergerak. Inilah ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan," katanya.
Pemerintah provinsi juga telah mengintegrasikan isu strategis energi ini ke dalam RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) dan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) yang baru disahkan melalui Perda.
"Langkah ini mempertegas posisi EBT sebagai agenda prioritas pembangunan jangka panjang dan menengah Papua Barat Daya," jelasnya.
Salah satu wilayah yang dinilai strategis untuk pengembangan EBT adalah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong.
Pemerintah membuka peluang kepada investor untuk membangun industri berbasis energi terbarukan, seperti pabrik panel surya, yang dapat menjadi lokomotif pertumbuhan industri hijau di kawasan tersebut.
"KEK Sorong bisa menjadi pusat pengembangan industri EBT. Misalnya, pabrik solar panel yang bisa mendukung elektrifikasi dan industri hijau. Ini peluang besar bagi kita," bebernya.
PT PLN juga, tambah dia telah menyusun Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hingga 2060, di mana secara nasional ditargetkan 70 persen bauran energi berasal dari EBT. Namun hingga 2025, target tersebut baru tercapai sekitar 13 persen.
"Kita butuh komitmen bersama, kepastian perencanaan, dan pelaksanaan yang konsisten untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah," harapnya.
Berkaitan dengan perencanaan implementasi EBT, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya menggandeng elemen penting dalam rapat koordinasi sebagai bentuk kolaborasi dan komitmen bersama dalam memanfaatkan energi terbarukan untuk mendorong produktivitas pertanian, kelautan dan perikanan.