Manokwari (ANTARA) - Lembaga kultur Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) mempertanyakan keseriusan aparat penegak hukum dalam mengusut tuntas kasus penambangan emas ilegal di wilayah Kabupaten Manokwari dan Pegunungan Arfak, lantaran hingga kini para pemodal besar dibalik aktivitas itu terkesan tak tersentuh proses hukum.
Ketua lMRPB, Maxsi Nelson Ahoren di Manokwari, Jumat, menyebut penetapan 31 tersangka kasus penambangan emas ilegal oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Papua Barat belum memberikan efek jera bagi pelaku maupun pihak lainnya untuk menghentikan aktivitas yang merusak alam di wilayah adat tersebut.
"Sebagai lembaga representasi kultur di Provinsi Papua Barat, kami prihatin karena upaya penegakan hukum terhadap pekerja tambang ilegal belum berdampak jera terhadap kelompok pemodal yang kembali melakukan aktivitas ilegal di lokasi yang sama," kata Ahoren.
Lembaga MRPB, katanya, mendukung penuh upaya penegakkan hukum yang dilakukan Polda Papua Barat,.
Hanya saja, MRPB meminta polisi tidak tebang pilih dalam memproses kasus tersebut. Siapa pun yang terlibat, termasuk oknum pengusaha dibalik aktivitas ilegal itu harus diseret ke meja hijau.
"Kegiatan penambangan ilegal di Kampung Wasirawi, Kecamatan Masni sudah kembali beroperasi pascapenangkapan puluhan orang pada 16 April 2022. Sementara jaringan pemodal besar sampai sekarang belum terungkap," ujar Ahoren.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Papua Barat Billy Wuisan menyebut Kejati Papua Barat sudah menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus penambangan emas Ilegal di Sungai Wasirawi.
Dengan demikian, katanya, Kejati Papua Barat akan menunggu pelimpahan berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) para tersangka untuk diteliti lebih lanjut hingga proses hukum ke tingkat persidangan di pengadilan.
"SPDP kasus penambangan emas ilegal oleh Polda Papua Barat sudah kami terima," kata Billy.