Manokwari (ANTARA) - Anggota DPD Republik Indonesia Filep Wamafma mengatakan penanganan terhadap aktivitas pertambangan tanpa izin atau ilegal di Provinsi Papua Barat membutuhkan komitmen lintas sektor.
Sinergitas antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan kementerian/lembaga terkait harus diperkuat agar upaya memberantas kegiatan pertambangan ilegal berjalan optimal.
"Penyelesaian masalah tambang ilegal perlu kerja lintas sektor untuk mengatur regulasi, dan menindak tegas para pelaku,” kata Filep di Manokwari, Senin.
Menurut dia pemerintah daerah harus serius menyikapi permasalahan dimaksud, karena menimbulkan ekses negatif berupa kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, dan memicu konflik sosial.
Kerugian jangka panjang akibat praktik pertambangan ilegal jauh lebih besar, termasuk mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat yang selama ini bergantung pada hasil hutan dan sungai.
"Sejak 2019 kami menyuarakan masalah ini. Nyatanya tambang ilegal semakin masif. Kondisi ini mencerminkan penegakan hukum masih lemah," katanya.
Dia menyebut aktivitas tambang ilegal masuk kategori pidana dan kejahatan lingkungan, maka sudah semestinya dilakukan tindakan tegas, terukur, dan berkelanjutan oleh aparat penegak hukum.
Pola penertiban tambang ilegal harus secara komprehensif yang tidak hanya melibatkan aparat kepolisian, melainkan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten di Papua Barat.
"Di sisi locus delicti, lokasinya masuk wilayah hukum Polda Papua Barat, Polres Manokwari, Pemprov hingga Pemkab Manokwari, dan Pemkab Pegunungan Arfak," ucap Filep.
Dia mengatakan penertiban tambang ilegal sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan pidato kenegaraan pada rapat paripurna DPR RI di Jakarta.
Penanganan tambang ilegal sesuai arahan Presiden akan memberikan kepastian hukum, meningkatkan kepercayaan publik, serta mendukung agenda pembangunan berkelanjutan.
"Yang jelas ini tindakan mafia dan pemodal besar, ini harus dihentikan dan diusut tuntas,” ujar Filep yang kini menjabat Ketua Komite III DPD RI.
Dia kemudian mendukung upaya pemerintah provinsi menerbitkan izin pertambangan rakyat (IPR) yang merupakan tindak lanjut dari Peraturan Daerah Papua Barat Nomor 5 Tahun 2023.
Regulasi itu nantinya akan menjadi dasar hukum dalam melegalkan aktivitas pemanfaatan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sesuai dengan prinsip keberlanjutan.
"Supaya pertambangan emas dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar dan memiliki sumbangsih terhadap pendapatan daerah," kata Filep.
Kepala Dinas Kehutanan Papua Barat Jimmy Susanto menegaskan, aktivitas pertambangan emas di wilayah Wasirawi, Distrik Masni, Manokwari, tidak memiliki izin karena lokasinya masuk kawasan hutan lindung.
Pihaknya telah berupaya melakukan monitoring dan evaluasi kerusakan lingkungan akibat pertambangan tanpa izin, namun masyarakat pemilik hak ulayat menolak dan memberikan perlawanan.
"Tahun 2023 tim kami sudah coba ke lapangan tetapi masyarakat tolak. Itu kendala terbesar yang kami hadapi di lapangan," ucap Jimmy.
Menurut Jimmy, pemerintah daerah dan masyarakat pemilik hak ulayat sudah mengusulkan pengalihan status kawasan hutan lindung guna merealisasikan penerbitan izin pertambangan rakyat.
Usulan itu diakomodasi melalui revisi dokumen RTRW Papua Barat, meski demikian persetujuan substansi pengalihan status kawasan hutan lindung menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan.
"Alih status kawasan hutan harus ada kajian dari tim terpadu kementerian. Kalau layak, maka dialihkan dari hutan lindung ke hutan produksi," ucap Jimmy.