Manokwari (ANTARA) - Lasarus Indou salah satu mahasiswa program studi doktoral (S3) Ilmu Lingkungan pada Universitas Papua (UNIPA) Manokwari, Papua Barat menawarkan
model Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (PKAT) dengan berbagai pendekatan untuk mendukung program pembangunan berkelanjutan.
Hal itu disampaikan Lasarus Indou saat mempertahankan disertasinya kepada Tim Penguji UNIPA di Manokwari, Kamis.
Lasarus mengemukakan bahwa pemerintah sejauh ini belum melakukan upaya maksimal dengan memberi perhatian pada sejumlah faktor dalam kegiatan pemberdayaan komunitas adat terpencil.
"Pemberdayaan komunitas adat terpencil sesungguhnya adalah upaya membuka aksesibilitas masyarakat terdalam, terluar dan terpencil (3T) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tradisional," jelas Lasarus.
Masyarakat yang bermukim di tiga daerah itu,katanya, hingga kini masih terikat erat dengan kehidupan tradisional.
Karena itu Lasarus merekomendasikan beberapa perlakuan tambahan yang harus diperhatikan dalam dalam pelaksanaan model pemberdayaan komunitas adat terpencil yaitu faktor lingkungan yang mencakup etnobotani, etnozoologi, dan etnoekologi, sosial budaya, ekonomi dan kelembagaan.
Program pemberdayaan komunitas adat terpencil di Papua Barat telah berlangsung sejak 2018, namun hingga kini masih tersisa 8.260 jiwa yang belum diberdayakan.
"Kami mendorong agar Pemda Manokwari Selatan, Teluk Wondama dan Pegunungan Arfak dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi dalam menyusun rencana strategis (Renstra) atau RPJMD sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai," ujar Sagrim.