Manokwari (ANTARA) - Anggota DPD RI Filep Wamafma meminta pemerintah mengevaluasi pendekatan penyelesaian konflik di Papua dan memanfaatkan hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai acuan untuk menuntaskan akar persoalan di wilayah itu.
“Totalitas kita masih berkutat pada politik kesejahteraan dan pembangunan ekonomi, tetapi belum menyentuh substansi dasar masalah Papua,” kata Filep Wamafma di Manokwari, Papua Barat, Jumat.
Senator asal Provinsi Papua Barat ini menilai strategi pemerintah selama ini belum komprehensif sehingga situasi keamanan di sejumlah wilayah Papua, terutama kawasan Pegunungan Tengah dan Papua Barat, masih belum stabil.
Dirinya sependapat dengan peta jalan (roadmap) penanganan Papua yang dirumuskan LIPI dengan empat masalah mendasar, dan menilai rekomendasi tersebut seharusnya segera direspons pemerintah.
“Roadmap LIPI itu strategis dan perlu segera diaktualisasikan secara optimal,” ujarnya.
Menurut dia, pembangunan ekonomi dan berbagai program afirmasi terus berjalan, termasuk pembentukan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) dan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otsus Papua.
Namun, kebijakan itu belum menjawab persoalan fundamental karena konflik bersenjata terus terjadi yang menimbulkan korban jiwa, baik warga sipil, aparat keamanan, tenaga pendidik, maupun tenaga kesehatan.
"Sejak era reformasi hingga kini belum ada formula penyelesaian yang konkret,” katanya.
Filep juga menyoroti aspek keadilan hukum, termasuk penanganan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua yang telah direkomendasikan oleh Komnas HAM kepada Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu.
Pemerintah sudah semestinya membuka ruang dialog yang lebih spesifik untuk membahas penyelesaian dugaan pelanggaran HAM dan isu disintegrasi, guna merumuskan pendekatan secara menyeluruh.
“Jika akar masalah tidak diselesaikan, sejumlah daerah di Papua akan terus berada dalam zona tidak nyaman," ucapnya.
Filep kemudian mengapresiasi keberanian Presiden Prabowo Subianto dalam diplomasi penyelesaian konflik Gaza, serta mengingat keberhasilan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendamaikan Aceh melalui MoU Helsinki.
Dirinya berharap agar Presiden Prabowo Subianto segera mengambil langkah konkret melalui lembaga yang telah dibentuk untuk menyelesaikan konflik Papua yang juga menjadi prioritas nasional.
“Saya berharap Presiden Prabowo segera menunjukkan aksi konkret melalui lembaga yang telah dibentuk,” ujarnya.
Filep meminta Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otsus Papua tidak hanya bertugas mengawasi Otsus, karena fungsi tersebut sudah dijalankan oleh berbagai lembaga seperti MRP, DPR Otsus, dan BP3OKP.
“Jauh lebih baik komite tersebut fokus menyelesaikan masalah politik Papua. Kita tidak ingin Papua kembali dianggap sebagai daerah operasi militer. Akar masalah harus dituntaskan,” ujar Filep.
